Minggu

kantor kelurahan

Denpasar (Antara Bali) - Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra meresmikan Kantor Kelurahan Penatih yang menghabiskan biaya pembangunan sebesar Rp1 miliar.

Peresmian kantor yang terletak di Jalan Trenggana, Penatih itu, ditandai dengan "pemelaspasan" dan penandatangan prasasti disertai pengguntingan pita oleh Wali Kota Rai Mantra, Rabu.

I Ketut Buda, ketua panitia peresmian kantor tersebut membenarkan, pembangunan kantor kelurahan yang berdiri di atas lahan seluas delapan are atau 800 meter persegi itu telah menghabiskan dana sekitar Rp1 miliar.

Dana itu terbagi Rp950 juta untuk pembangunan gedung dan fasilitasnya serta Rp50 juta bagi keperluan acara peresmian serta ritual adat "pemelapasan".

Dana yang digunakan bersumber dari beberapa aset yang dimiliki oleh Kelurahan Penatih, seperti LPD dan koperasi serta penggalangan dana melalui bazar.

Selain itu, tambah dia, juga berasal dari para donatur serta ditambah dari Pemkot Denpasar.

Dia menjelaskan, gedung baru itu memiliki beberapa ruangan, dari ruang kerja, pertemuan, sampai ruang tamu, yang dilengkapi dengan halaman parkir yang cukup memadai.

Sementara Wali Kota Denpasar IB Rai D Mantra mengatakan, berdirinya bangunan kantor kelurahan dengan biaya cukup besar itu wajar, demi kenyamanan pegawai dalam melaksanakan tugas.

"Kami berharap berdirinya gedung yang megah ini dapat meningkatkan pelayanan dan memberikan inspirasi kepada kelurahan lainnya," katanya.

Dengan adanya fasilitas gedung baru yang megah, diharapkan dapat mendorong semangat pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Upacara "pemelaspasan" yang dipimpin oleh Ida Pedanda Rsi Bhujangga Wesnawa dari Grya Penatih, mengambil tingkatan upacara madyaning utama.

Acara tersebut juga dimeriahkan dengan pentas tari-tarian dan bondres.(*)

sejarah desa penatih

1.1.1    Sejarah Desa Pakraman Penatih
Diceritakan pada zaman dahulu kala ada Desa yang dihuni para petani yang bernama Penatih. Diceritakan ada Rsi yang bernama Sang Hyang Rsi Wu, yang merupakan keturunan Sang Hyang Meru. Beliau memiliki putra dua orang yang tertua Sang Hyang Ayati, dan adiknya bernama Sang Hyang Nihata. Kedua putra ini adalah anak yang pintar dan sangat bijaksana. Setelah pada dewasa Sang Ayati memiliki putra yang bernama Sang Prana. Dan Sang Nihata berputra yang bernama Sang Markanda.
          Sang Markanda setelah dewasa mengambil istri yang bernama Dewi Manaswini. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang bernama Hyang Maha Rsi Markandya dan beliau mengawini Dewi Dumara dan dari perkawinan ini lahirlah putra yang diberi nama Hyang Rsi Dewa Sirah, dan Hyang Rsi Dewa Sirah kawin dengan Dewi Wipari dan dari perkawinan ini melahirkan putra yang sangat banyak.
          Diceritakan Rsi Markandya berasal dari Surya Wangsa, berkeinginan untuk melakukan perjalan keliling dunia dimana sebelumnya beliau berasal dari Kasmir Hindustan. Dari sinilah beliau diiringi oleh para muridnya untuk pergi ke tengah hutan dan membangun tempat tinggal baru, dan sampailah beliau di Nusantara. Setelah menjalani perjalanan jauh dan tempat yang dituju adalah pulau Jawa tepatnya di Gunung Damalung. Dari sinilah beliau menuju Gunung Raung dan menetap membangun pondok-pondok. Tidak disebutkan berapa lama tinggal disana, berkeinginanlah beliau ber-tirtayatra mencari tempat ke timur, sampai dipulau Bali diiringi oleh para miridnya. Banyak salah satunya bernama Bhujangga Sari. Tidak diceritakan dalam perjalanan, sampailah di Gunung Toh Langkir (Gunung Agung) sesampai disana beliau mulai merabas hutan. Tetapi malang, banyak murid beliau meninggal karena sakit, tetapi Bhujangga Sari sangat setia dan tekun pada ajaran kebenaran sehingga beliau selamat.
          Sampai disini diceritakan, Maha Rsi Markandya kembali ke Gunung Raung di tempatnya dulu, dan ada empat belas sisyanya yang ditinggal di Bali. Sesampainya di Gunung raung Maha Rsi Markandya melakukan tapa samadi meminta Kadirgayusanira, setelah mendapatkan anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi maka beliau kembali ke Gunung Toh Langkir, diikuti oleh murid-murid beliau sebanyak empat ratus orang. Tidak disebutkan didalam perjalanan sampailah beliau di Gunung Toh Langkir dan disambut oleh orang-orang pegunungan (Aga) dan beliau mengubur Panca Datu, sebagai sarana penolak Bhuta Kala yang membuat mara bahaya dulu. Bersama dengan itu penguasa Bali pada saat itu memerintahkan para Yagi Sidhi memasang tumbal Sadyotama, yang nerupakan sarana memuja Tuhan agar tentram Bumi ini.
          Pada tahun Saka 111 disebutkan ada beberapa Kahyangan Widhi diantaranya: Gunung Agung, Batur, Watukaru, Uluwatu, Er jeruk, Pusering Tasik. Beliau Maha Rsi Markandya dan para muridnya sudah membangun rumah-rumah dan tempat pemujaan, dan beberapa tahun setelahnya Maha Rsi Markandya pergi ke arah selatan sampai ke tempat yang datar, dan merabas hutan dan gunung dan tempat itu disebut Puwakan. Di daerah Tegalalang, itu disebut Sarwada dan lama kelamaan tempat itu disebut Taro.
          Sekarang diceritakan Maha Rsi Markandya diiringi oleh muridnya bernama Bhujangga Sari membangun Pahryangan Jagat yang diberi nama Pura Gunung Raung, disamping juga membangun Pura Payogan. Di campuan juga membangu Pura Tangga Hyang Api ditepian sungai Hoos.
          Diceritakan Bhujangga Sari setelah lama menuntut ilmu di pesraman Maha Rsi Markandya ada keinginan beliau untuk memiliki Pesraman Mautama sendiri, dan dilihatlah ada tanah yang bercahaya, setelah didekati teryata tanahnya berwarna putih. Setelah lama orang Bali Aga yang tinggal di Tanah Putih melanyani Bhujangga Sari dan orang-orang Aga dari Payangan, Tegalalang, serta sudah membangun tempat pemujaan di Tanah Putih, yang bernama Payogan Hyang Api, yang merupakan pemujaan Tri sakti, sebagai tempat pemujaan desa pakraman, dan juga sebagai tempat menghilangkan mara bahaya di Pulau Bali.
          Setelah lama berganti penguasa di Bali, orang Bali Aga yang tinggal di Tanah Putih, di zaman penguasa Bali bernama Sri Aji Jaya Pangus, dibangunlah banyak tempat pemujaan kepada Para Dewa dan roh-roh leluhur. Dan lama kelaman Tanah Putih disebut “Desa Pakraman Penatih” yang berasal dari kata Tanah Putih, juga berasal dari kata Pinih-tih yang berarti yang pertama (Tih).
 

kelurahan penatih Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger